Jumat, 11 Desember 2009

MENGENAL HAKIKAT KOMUNIKASI MANUSIAWI

Setelah mempelajari aksioma dasar komunikasi, maka dapat kita sampaikan bahwa komunikasi manusia itu adalah proses simbolik yang melibatkan pemberian makna oleh masing-masing peserta komunikasi. Dengan cara pandang demikian, kita akan melihat implikasi yang terjadi dari proses komunikasi tersebut.

1. Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan komunikasi.

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan kita sulit melakukan komunikasi, yaitu:

  1. Kurangnya informasi atau pengetahuan (tidak bisa menentukan dengan tepat fokus komunikasi).
  2. Tidak menjelaskan prioritas dengan gamblang (tidak bisa menjelaskan mana yang paling penting diantara sejumlah hal).
  3. Tidak menyimak (bukan hanya mendengar, tetapi juga meresapkannya dalam kesadaran diri serta melibatkan diri dalam proses komunikasi tersebut).
  4. Tidak memahami sepenuhnya dan tidak mengajukan pertanyaan.
  5. Dalam mengambil keputusan, terlalu menaruh prasangka (hanya berpikir berdasarkan apa yang baik bagi dirinya).
  6. Tidak memahami kebutuhan orang lain.
  7. Tidak memikirkannya dalam-dalam, terlalu cepat menarik kesimpulan.
  8. Kehilangan kesabaran, membiarkan diskusi berubah menjadi ajang debat kusir.
  9. Waktu yang singkat (tidak cukup waktu untuk mempertimbangkan dan memahami cara berpikir orang lain).
  10. Suasana hati yang buruk.

Demikianlah, jika salah satu atau lebih faktor di atas terjadi dalam komunikasi kita, maka bisa dipastikan komunikasi kita akan menjadi berat dan sulit. Lebih jauh lagi, komunikasi kita berpotensi untuk gagal (communication breakdown). Sejumlah hal akan kita alami jika ini terjadi.

2. Akibat Kegagalan Komunikasi

Jika kegagalan komunikasi terjadi, maka ada sejumlah masalah yang akan muncul sebagai implikasinya, yaitu:

  1. Kegagalan berusaha.
  2. Kehilangan niat baik (kegagalan komunikasi terbawa dalam perasaan sehingga memunculkan kecurigaan).
  3. Menurunkan citra perusahaan/lembaga.
  4. Tidur berkurang (karena tegang dan dipikirkan terlalu dalam).
  5. Antusiasme berkurang (malas untuk melakukan komunikasi selanjutnya).
  6. Kesalahan, ketidakefektifan kerja.
  7. Produktifitas berkurang dan bermalas-malasan.
  8. Harga diri dan kepercayaan diri menurun.
  9. Frustrasi dan rasa permusuhan yang memuncak.
  10. Ketidaksukaan staf kepada pimpinan.
  11. Kreatifitas berkurang.
  12. Semangat kerja dan kekompakan tim berkurang.
  13. Ketidakhadiran dan apatisme atas pekerjaan.

3. Saringan/filter dalam berkomunikasi

Agar kesulitan komunikasi bisa dihindari, selain faktor yang bisa menyulitkan,

maka kita harus mewaspadai sejumlah filter yang secara potensial bisa menghambat

komunikasi tersebut, yaitu:

  1. Evaluasi yang terlalu dini (menilai tanpa bekal informasi yang cukup).
  2. Ada hal lain dalam benak anda (tidak berkonsentrasi dan cenderung membagiperhatian pada hal lain).
  3. Kecenderungan untuk cepat mengambil kesimpulan (keterburu-buruan sebelum semua informasi lengkap diterima dan ditelaah).
  4. Prasangka (munculnya stereotype/praduga yang bisa menyebabkan sikap diskriminatif).
  5. Pikiran anda mudah menerawang (sulit berkonsentrasi dan cenderung
  6. memanjakan imajinasi daripada memperhatikan komunikasi orang lain).
  7. Tidak perhatian (tidak memberikan kadar perhatian yang memadai untukkomunikasi yang sedang dihadapi).
  8. Asumsi-asumsi (kita adalah seperti yang kita pikirkan. Kita berpikir, bersikapdan berperilaku seperti apa yang ingin kita pikir, sikap dan perilakukan).
  9. Berada dalam situasi penuh tekanan/stress.
  10. Kemampuan mendengar yang lemah (tidak melulu melihat siapa yang berbicara, tetapi lebih menekankan pada apa yang dibicarakan).
  11. Memiliki rentang perhatian yang singkat.
  12. Gangguan pendengaran.
  13. Gagasan-gagasan yang tak dapat diubah (sulit merubah sikap dasar, yang bias kita lakukan adalah mencoba mengarahkan sikap dasar pada sikap lain yang masih dalam jalurnya).

4. Perbedaan antara apatis, empatik dan simpatik.

Dengan melihat pada saringan-saringan yang dihadapi, maka ada suatu sikap dasar dalam berkomunikasi yang penting untuk dikuasai yaitu sikap empatik. Sikap

empatik ini, sering disebut dengan prinsip platina (platinum principle), untuk menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari sikap simpatik, yang sering disebut sebagai prinsip emas (golden principle). Sementara yang harus dihindari adalah sikap apatis. Berikut pengertiannya masing-masing:

a. Apatis

“Aku sama sekali tidak perduli”.

Kita tidak dapat berkomunikasi dalam waktu lama atau dengan sangat baik terhadap seseorang yang sama sekali tidak mempedulikan apapun yang kita katakan.

b. Simpatik

Kita memperlakukan seseorang sebagaimana kita ingin diperlakukan.

c. Empatik

Kita memperlakukan seseorang sebagaimana orang tersebut ingin diperlakukan. Sikap empatik lebih tinggi nilainya dari sikap Simpatik. Sikap empatik cocok diterapkan dalam komunikasi yang mengandung kesetaraan gender. Karena komunikasi seperti ini, menempatkan siapapun dalam perspektif harus kita pahami dengan informasi yang cukup, jika komunikasi kita ingin efektif, tak peduli apapun atribut sosialnya, termasuk perbedaan gender.

5. Prinsip dasar konsep menang-menang (win-win solution) jika menghadapi konflik

Sebelum menguraikan bagaimana melakukan konsep “menang-menang” jika menghadapi konflik, terlebih dahulu akan dikemukakan tiga cara pandang terhadap konflik, yaitu:

a. Cara Pandang Tradisional

Dalam cara pandang ini, konflik adalah sesuatu yang buruk, merugikan dan

menghancurkan. Oleh karena itu, sebaiknya dihindari.

b. Cara Pandang Manusiawi

Dalam cara pandang ini, konflik dipandang sebagai sesuatu yang wajar karena pada dasarnya manusia itu berbeda. Jadi konflik tidak dihindari, tetapi dihadapi, namun jangan mengundang konflik. Dalam perspektif ini, setiap perbedaan berpotensi menjadi konflik. Perbedaan gender, perimbangan kekuasaan, dan anggaran pusat-daerah, kelas sosial, dan banyak perbedaan lainnya.

c. Cara Pandang Interaksionis

Cara pandang ini melihat konflik sebagai sesuatu yang bukan hanya wajar,namun baik dan perlu. Sehingga ketiadaan konflik justru meresahkan. Cara pandang seperti inilah yang relevan dengan konsep ‘manajemen konflik’, karena di dalamnya akan terdiri dari tidak hanya bagaimana menyelesaikan konflik, namun juga merekayasa konflik untuk tujuan menguatkan organisasi atau hubungan yang terjadi.

Dalam menghadapi konflik, ada beberapa cara yang biasanya dipilih, yaitu:

a. Menghindar

Cara ini umumnya biasa berada dalam cara pandang tradisional.

b. Mengalah (Akomodatif)

Di sini kita memilih untuk mementingkan kepentingan orang lain dan meminimalkan kepentingan kita sendiri. Dengan begitu, yang terjadi adalah ‘kalah-menang,’ dimana kita adalah pihak yang kalah.

c. Bersaing (Kompetitif)

Di sini kita memilih untuk bersaing/berkompetisi dan berusaha untuk menjadi pemenang, yaitu menempatkan kepentingan kita sebagai yang utama, dan meminimalkan kepentingan orang lain. Dengan begitu yang terjadi adalah ‘menang-kalah,’ dimana kitalah yang menjadi pemenang.

d. Berkompromi

Di sini kita memilih untuk sama-sama mengalah dengan pihak lain yang berkonflik dengan kita. Dengan begitu yang terjadi adalah ‘kalah-kalah,’ dengan kedua belah pihak menjadi pihak yang kalah.

e. Memecahkan Masalah (Problem Solving)

Di sini kita memilih untuk sama-sama menempatkan kepentingan pihak lain sebagai pemenang. Dengan kata lain, kedua belah pihak bersepakat untuk ‘menang-menang.’ Agar prinsip menang-menang itu terwujud, maka perlu dilakukan cara-cara berikut ini:

a. Saling menghargai, tidak bersifat ego-sentris, baik atas dasar kekuasaan, gender, atau pendidikan.

b. Mencari persamaan dasar, kepentingan apa yang bisa mempertemukan tujuan bersama.

c. Menetapkan kepentingan, keinginan, dan kekhawatiran bersama.

d. Jika perlu, definisikan kembali permasalahan atau hal yang tidak disepakati.

e. Memusatkan perhatian pada suatu hasil yang dapat diterima semua pihak.

f. Memberikan pilihan-pilihan dan tetap fleksibel atas kemungkinan untuk berubah.

g. Biarkan pikiran Anda selalu terbuka, terutama atas alternatif-alternatif penyelesaian dari kedua belah pihak.

h. Bersikap positif, tidak negatif.

i. Bekerjasama menyelesaikan masalah.

j. Hapus kata ‘tetapi’ dari kosa kata Anda. Orang lain pasti akan tidak nyaman jika Anda selalu menyatakan ‘tetapi’ atas pendapatnya.

k. Jika pendekatan Anda tidak berhasil, gantilah. Jangan putus asa untuk mencoba argumentasi baru yang lebih meyakinkan.

l. Tarik napas panjang. Barangkali itu akan membuat ketegangan Anda mengendur.

6. Tingkah laku yang dapat mempengaruhi situasi komunikasi menjadi sulit atau tidak

Dengan memperhatikan pembahasan sebelumnya, maka dalam berkomunikasi sebaiknya kita membuat situasi komunikasi menjadi menyenangkan bagi pihak lain yang berkomunikasi dengan kita. Kita berusaha agar tingkah laku kita dalam berkomunikasi, tidak membawa kita ke dalam situasi komunikasi yang menyulitkan. Berikut perbedaan antara tingkah laku yang menolong dan yang tidak menolong terhadap situasi komunikasi yang menyenangkan.

a. Tingkah laku menolong

  1. Memusatkan pembicaraan hanya pada satu topik.
  2. Bersabar.
  3. Menjelaskan apa yang sedang didiskusikan dan mengapa.
  4. Menyimak.
  5. Menghormati pendapat orang lain.
  6. Membuka segala keluhan dan permasalahan.
  7. Ingin mencapai kesepakatan.
  8. Memusatkan perhatian pada apa yang Anda setujui.
  9. Memusatkan perhatian pada apa yang Anda berdua harapkan.

b. Tingkah laku tidak menolong

  1. Bertahan pada pendapat sendiri.
  2. Tidak siap untuk mengakui bahwa orang lain memang benar.
  3. Menginterupsi.
  4. Semua orang bicara pada saat yang bersamaan.
  5. Sasaran tidak jelas.
  6. Berteriak, marah.
  7. Terlalu cepat mengambil kesimpulan.
  8. Memaksakan “cara penyelesaian” kita kepada orang lain.
  9. Memusatkan diri hanya pada kepentingan sendiri.

7. Deadly sin dalam sebuah kegiatan komunikasi

Jika kita coba rangkum dari apa yang telah kita perbincangkan tentang komunikasi ini, maka kita akan menemukan sejumlah hal yang benar-benar harus kita hindari agar komunikasi kita tidak mengarah kepada ketidakefektifan. Maka, bolehlah hal-hal yang harus kita hindari itu kita sebut sebagai ‘dosa mematikan’ (deadly sin) dalam sebuah kegiatan komunikasi.

a. Mengevaluasi (menghakimi orang lain).

b. Menghibur (yang malah membuat komunikasi menjadi tidak terfokus).

c. ‘Coba-coba jadi Psikolog’ atau menjuluki, mudah memberikan penilaian terhadap orang lain.

d. Memberikan pernyataan yang sarkastik atau menyindir.

e. Mengajukan pertanyaan yang berlebihan.

f. Mengatur dan ‘menuntun,’ mengarahkan perbincangan hanya ke arah yang kita

inginkan.

g. Mengancam atau memberikan tekanan berdasar kekuasaan yang dimiliki.

h. Memberikan nasihat yang tidak diminta.

i. Bersikap tersamar atau ambigu yang membuat orang lain bingung menetapkan

komunikasinya.

j. Tidak mau membagi informasi.

k. Mengalihkan (memindahkan obyek pembicaraan karena tersudut).

Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa sikap dasar dalam berkomunikasi yang penting untuk dikuasai adalah sikap empatik. Sikap empatik ini, sering disebut dengan prinsip platina (platinum principle), untuk menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari sikap simpatik, yang sering disebut sebagai prinsip emas (golden principle). Sikap seperti inilah yang cocok diterapkan dalam komunikasi yang mengandung kesetaraan gender. Karena komunikasi seperti ini menempatkan siapapun dalam perspektif harus kita pahami dengan informasi yang cukup jika komunikasi kita ingin efektif, tidak peduli apapun atribut sosialnya, termasuk perbedaan gender. Sementara yang harus dihindari adalah sikap apatis.

Dalam menghadapi konflik, ada beberapa cara yang biasanya dipilih, yaitu: menghindar, mengalah (akomodatif), bersaing (kompetitif), berkompromi, memecahkan masalah (problem solving).



Labels : free wallpapers wall black weldingmachines

0 komentar:

Posting Komentar