Arthur W. Page menyebutkan sejumlah prinsip yang dapat digunakan dalam praktek dan sebagai filosofis PR dalam menjaga hubungan lembaga dengan publiknya.
1. Tell the Truth.
Biarkan publik tahu apa yang terjadi dan sediakan gambar yang akurat dari karakter ideal dan praktek lembaga. Segala kejadian maupun peritiwa yang terjadi di dalam lembaga pemerintahan, merupakan obyek perhatian publik. Mengapa? Karena lembaga pemerintahan merupakan lembaga yang berkedudukan di ruang publik. Artinya, setiap kegiatan maupun pekerjaan yang dilakukan, dilakukan atas nama publik dan demi kepentingan publik. Oleh sebab itu, publik memiliki hak tersendiri untuk mendapatkan informasi sedalam-dalamnya terkait dengan lembaga
Dengan tersampaikannya informasi kepada publik, diharapkan publik menjadi tahu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan lembaga, sehingga kemudian dapat sampai pada tahap mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga tersebut..
Adapun kegiatan yang dapat dilakukan, melalui penyampaian informasi yang akurat dan sebenar-benarnya terkait dengan suatu isu atau peristiwa atau kejadian, bahkan kegiatan operasional sehari-hari. Berikan gambaran yang tepat, dan sediakan informasi yang dibutuhkan kepada publik. Dengan demikian, publik mengetahui apa yang terjadi, dengan sebenar-benarnya tanpa ada yang ditutupi. Kebutuhan mereka akan informasi yang benar terpenuhi, dan hubungan baik antara lembaga dengan publiknya dapat dijaga.
Informasi yang dimaksud, dapat berupa data statistik, dokumentasi atau apapun yang dapat berguna bagi publik luas. Informasi tersebut, kemudian disampaikan kepada publik, tanpa ditutupi, atau dengan kata lain, sampaikan informasi dengan sejujur mungkin. Untuk mendapatkan dukungan dari publik, karena publik dapat menangkap apabila lembaga melakukan kebohongan. Akibatnya, akan lebih fatal bila publik dapat menemukan kebenaran dari pihak lain, dan bukan dari lembaga itu sendiri. Kepercayaan publik terhadap lembaga akan luntur, mengarah pada hilangnya dukungan publik kepada lembaga. Hilangnya dukungan publik, akan menimbulkan kesulitan bagi lembaga pada saat harus melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat publik.
2. Buktikan dengan Tindakan (Prove it with Action).
Persepsi publik dari lembaga ditentukan 90% dengan ‘melakukan,’ dan 10%
dengan ‘bicara.’ Setiap kegiatan maupun perilaku lembaga pemerintahan, selalu menjadi perhatian publik. Perilaku lembaga, menjadi sumber informasi bagi public dalam memberikan penilaian akan kinerja lembaga. Perilaku tersebut dapat dinilai dari cara kerja anggota lembaga, arus informasi, dan segala peristiwa maupun kejadian yang terjadi di dalam lembaga.
Penilaian positif, lebih mudah didapatkan melalui pembuktian dengan kerja nyata. Publik lebih mudah menilai lembaga dari kinerjanya, dibandingkan melalui kegiatan komunikasinya. Dengan demikian, lebih mudah bagi lembaga pemerintahan untuk menjaga reputasinya dengan memberikan performa terbaik, dibandingkan melakukan kegiatan komunikasi kepada public (meskipun kegiatan komunikasi itu penting). Karena, publik lebih membutuhkan aksi nyata dibandingkan kegiatan yang sifatnya lip services.
Dengan kesadaran akan sifat publik ini, diharapkan lembaga lebih cermat dalam menerapkan perilaku atau etos kerja di dalam lembaga tersebut. Etos kerja positif, dimana kerja yang nyata lebih mendapat perhatian dan penilaian positif dibandingkan sekedar berbicara.
3. Dengarkan Suara Konsumen/Masyarakat ( Listen to The Customer)
Untuk kebaikan lembaga, mengertilah pada keinginan dan kebutuhan publik. Biarkan pembuat keputusan atas dan karyawan lainnya tetap diinformasikan tentang reaksi publik terhadap kebijakan, dan praktek lembaga.
Salah satu aspek penting dalam menjaga hubungan baik dengan publik, adalah mengerti keinginan konsumen. Keinginan konsumen, hanya dapat diketahui apabila ada tindakan aktif dalam usaha mencari tahu apa saja yang menjadi kebutuhan, kesenangan, atau apapun yang dapat mempengaruhi pendapat bahkan perilaku konsumen terkait dengan lembaga. Kemudian pahamilah apa yang menjadi kebutuhan publik. Dengan demikian, lembaga akan memiliki informasi penting mengenai publik. Dari informasi tersebut, lembaga dapat membuat kerangka pemahaman akan publik, sehingga kemudian dapat memperhitungkan reaksi publik atas kemunculan suatu produk dari lembaga. Produk yang dimaksud, tidak hanya berupa barang atau jasa, akan tetapi dapat berupa kebijakan.
Usaha untuk mencari tahu informasi seperti ini, perlu dilakukan, untuk kemudian diteruskan kepada seluruh komponen lembaga pemerintahan. Sehingga, lembaga dapat pula memformulasikan kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang penerimaan publik akan produknya. Jadi, tidak hanya pucuk pimpinan dalam lembaga yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang publik, akan tetapi seluruh komponen dalam lembaga memiliki kerangka pengetahuan dan pemahaman yang sama. Tujuannya, untuk menjamin agar lembaga dalam menetapkan kebijakan atau melakukan sebuah kegiatan tidak bertentangan dengan keinginan publik sehingga dukungan publik dapat tetap dijaga.
4. Siapkan Diri untuk Esok (Manage for Tomorrow)
Antisipasi reaksi publik dan hilangkan praktek yang menciptakan kesulitan. Ciptakan niat baik,setiap kegiatan yang dilakukan saat ini, akan berdampak di masa depan. Demikian juga di dalam lembaga. Penting bagi sebuah lembaga untuk merencanakan setiap kegiatan, program maupun aktifitas sehari-hari yang akan dilakukan dengan baik. Perencanaan untuk kegiatan di masa depan, bermanfaat dalam menghindarkan kesulitan-kesulitan maupun kekacauan yang mungkin terjadi di masa depan.
Dengan perencanaan yang matang, lembaga akan memiliki kemampuan untuk memprediksi program yang dilakukan, dan hasil akhirnya. Untuk kemudian, digunakan lembaga dalam memprediksi reaksi publik. Kemudian, lembaga dapat melakukan antisipasi yang diperlukan guna menghindari kesulitankesulitan yang mungkin timbul di masa depan.
5. Lakukan Tindakan PR Seakan Seluruh Lembaga/Lembaga Bergantung Padanya (Conduct Public Relations as If The Whole Company Depends On it)
PR lembaga adalah fungsi manajemen. Tidak ada strategi lembaga yang dapat diimplementasikan tanpa memikirkan dampaknya kepada publik. Profesional PR adalah pembuat kebijakan yang mampu menangani aktifitas komunikasi lembaga dengan jangkauan yang luas.
Setiap kebijakan lembaga, membutuhkan kegiatan komunikasi dalam proses penyampaian kepada publik. Diperlukan strategi aktifitas komunikasi. Sebagai bagian strategis dalam lembaga, maka PR memiliki fungsi-fungsi yang tidak tergantikan oleh anggota lain dalam lembaga. Dalam setiap kegiatan komunikasi lembaga, maka dibutuhkan kegiatan PR yang tepat dan komprehensif. Mulai dari perencanaan, eksekusi sampai dengan evaluasi. Peran dan fungsi strategis ini, tidak dimiliki oleh setiap bagian dalam lembaga. Kemampuan, dan peran strategis ini, memerlukan eksekutor yang cakap dan mengerti apa yang dilakukannya. Karena kegiatan komunikasi tidak hanya menjangkau publik dalam lembaga saja, tetapi juga menjangkau publik yang 9 luas. Suatu lembaga, mutlak memerlukan PR dengan peran, fungsi dan kemampuannya tersebut.
6. Remain Calm, Patient and Good Humored
Bersandarlah pada sikap yang konsisten, tenang dan berdasarkan perhatian ketika menyampaikan informasi, atau melakukan kontak. Bila krisis muncul, ingat bahwa komunikasi dengan kepala dingin adalah yang terbaik.
Kegiatan komunikasi pada dasarnya adalah kegiatan yang sifatnya persuasif. Lembaga berusaha untuk mendapatkan dukungan melalui kegiatan-kegiatan yang dapat memancing dukungan dari publik tanpa paksaan atau melalui sebuah tahapan konflik. Cara atau metode dalam penyampaian sebuah materi atau isu melalui kegiatan komunikasi, akan menentukan pandangan dan penerimaan publik. Terutama, pada saat terjadi konflik, atau krisis. Dimana isu yang berkembang harus ditangani secepat mungkin dengan penyelesaian yang logis dan komprehensif. Sebelum sampai pada tahapan aksi, maka tentukan dulu pendekatan macam apa yang akan digunakan dalam menghadapi masalah. Setelah itu, baru lakukan aksi. Dalam melakukan aksi, harap diingat bahwa pendekatan persuasif akan lebih mendapatkan hasil positif. Tetap tenang dalam menghadapi masalah, hadapi dengan kepala dingin. Onong Uchjana Effendy menegaskan bahwa terdapat dua aspek hakiki yang melekat pada PR. Pertama, sasaran PR adalah publik intern (Internal Public) dan public ekstern (External Public). Kedua, kegiatan PR adalah komunikasi dua arah timbale balik (Reciprocal Two Way Traffic Communication).
Pada aspek yang kedua, komunikasi dua arah timbal balik berarti, selain dalam penyampaian informasi dari lembaga kepada publiknya, lembaga juga akan mendapatkan informasi dari publik. Dalam komunikasi dua arah diharapkan dapat terjadi feedback, yaitu informasi yang disampaikan oleh lembaga akan mendapatkan tanggapan positif atau negatif dari publik. Seperti yang dikatakan oleh Onong,bahwa dalam rangka penyampaian informasi, baik yang ditujukan kepada public intern maupun kepada publik ekstern, harus terjadi arus balik (feedback). Ini berarti bahwa PR harus mengetahui efek atau akibat dari penyampaian informasinya itu, apakah ditanggapi publik secara positif atau secara negatif.
Dalam proses komunikasi, baik ke dalam maupun ke luar, PR berfungsi sebagai penghubung yang kreatif. Bila terlibat dalam komunikasi ke luar, maka perhatian PR harus ditujukan pada kepentingan dunia luar. Bila seseorang meminta informasi tentang lembaga, baik ia seorang wartawan maupun seorang langganan, maka perhatian PR harus ditujukan pada kepentingan lembaga. Di sini PR merupakan wakil atau juru bicara lembaga. PR berbicara atas nama lembaga dan bertanggungjawab untuk menyampaikan warta lembaga. Sehingga pada dasarnya, fungsi PR adalah menjadi penghubung antara pimpinan lembaga dengan karyawan, atau lembaga dengan masyarakat.
PR berfungsi sebagai penghubung yang kreatif. Bila terlibat dalam komunikasi ke luar, maka perhatian PR harus ditujukan pada kepentingan dunia luar. Bila seseorang meminta informasi tentang lembaga, baik ia seorang wartawan maupun seorang langganan, maka perhatian PR harus ditujukan pada kepentingan lembaga. Di sini PR merupakan wakil atau juru bicara lembaga. PR berbicara atas nama lembaga dan bertanggungjawab untuk menyampaikan warta lembaga. Sehingga pada dasarnya, fungsi PR adalah menjadi penghubung antara pimpinan lembaga dengan karyawan, atau lembaga dengan masyarakat. Arthur W. Page menyebutkan sejumlah prinsip yang dapat digunakan dalam praktek dan sebagai filosofis PR dalam menjaga hubungan lembaga dengan publiknya, yaitu; tell the truth; membuktikan dengan tindakan; mendengarkan suara publik; menyiapkan diri untuk esok; melakukan tindakan seakan seluruh lembaga bergantung pada Anda; dan remain calm, patient and good humored.
Labels : free wallpapers wall black weldingmachines
0 komentar:
Posting Komentar